Maluku Utara, R24J
Gerakan Pemuda Lingkar Tambang Maluku Utara (GPLT-MU) menyatakan dukungan penuh kepada warga Desa Kawasi, Kecamatan Obi, Halmahera Selatan, yang menolak rencana relokasi desa akibat perluasan Proyek Strategis Nasional (PSN) Harita Nickel. Penolakan warga kembali menguat setelah masyarakat memasang spanduk-spanduk protes pada Jumat, 5 Desember 2025.
Warga Kawasi menegaskan bahwa kampung mereka bukan sekadar ruang tinggal, tetapi tanah leluhur yang diwariskan turun-temurun. Bagi mereka, relokasi bukan pilihan dan tidak boleh dipaksakan.
“Ini Torang Punya Tanah Leluhur".Nurhayati Nanlesi, warga Kawasi, menyampaikan bahwa masyarakat akan mempertahankan kampung mereka dengan seluruh kemampuan.
> “Torang akan tetap bertahan, sampai kapan pun. Ini torang pe tanah leluhur. Tidak segampang itu kami serahkan untuk dijadikan lokasi Harita Nickel. Sampai titik darah penghabisan tanah ini tetap akan torang pertahankan,” ujarnya kepada Kadera.
Spanduk besar berukuran 3 x 8 meter bertuliskan “Penolakan Relokasi Desa Kawasi ke Tempat Lain” berdiri kokoh di jalan utama desa, berdampingan dengan rumah-rumah yang telah dibongkar sebelumnya. Warga menilai lokasi relokasi “Ecovillage” bukanlah ruang hidup yang layak dan tidak merepresentasikan kampung.
> “Ecovillage itu bukan kampung. Sama seperti tempat mati. Di sana tidak ada kehidupan,” tegas Nurhayati.
Sanusi, salah satu warga, menuturkan bahwa pemasangan spanduk dilakukan secara gotong royong oleh warga tanpa instruksi pemerintah desa.
> “Ini murni inisiatif warga. Kami pasang karena tidak mau kampung ini hilang,” ujarnya.
Ketua GPLT-MU, Abdur Saleh, menilai konflik sosial tersebut tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. GPLT-MU mendesak Satgas (PKH) turun langsung untuk menilai situasi, memeriksa potensi tekanan atau intimidasi, serta memastikan perlindungan hak-hak masyarakat.
Menurut Ketua GPLT-MU, proses relokasi harus memenuhi prinsip Free, Prior and Informed Consent (FPIC), di mana masyarakat berhak menolak dengan sadar dan tanpa paksaan.
GPLT-MU juga mengingatkan aparat keamanan, pemerintah daerah, dan perusahaan agar tidak mengambil langkah-langkah yang merugikan masyarakat. Hal ini sejalan dengan pesan Presiden Prabowo Subianto yang menegaskan bahwa:
> “Aparat negara tidak boleh menzalimi rakyat. Negara ada untuk membela, melindungi, dan memastikan rakyat merasa aman.”
Ketua GPLT-MU menilai pesan Presiden tersebut harus menjadi pedoman utama dalam menangani konflik Kawasi—bahwa rakyat adalah pihak yang harus dilindungi, bukan ditekan.
GPLT-MU menegaskan bahwa status proyek sebagai PSN tidak boleh menjadi dalih untuk memarginalkan masyarakat lokal. Negara harus memastikan bahwa pembangunan berjalan tanpa mengorbankan kampung, identitas budaya, maupun ruang hidup warga.
“Pemerintah pusat dan daerah wajib meninjau ulang proses relokasi Kawasi. Jangan sampai atas nama pembangunan, rakyat justru tersisih dari tanahnya sendiri,” tegas Abdur Saleh.
Abdur S


0 Komentar