Tantangan HIPMI Maluku Utara dalam Mendorong Keadilan Ekonomi di Tengah Pertumbuhan Tertinggi Nasional (Abdurahiddin Saleh Kabid Investasi Bpc Hipmi Haltim)

 


Maluku Utara, R24J

Akhir-akhir ini Hipmi Maluku Utara menjadi perbincangan hangat di media local, maupun media social. Hal ini bukan karena prestasinya mengantarkan pengusaha muda Maluku Utara naik kelas atau menjadi bagian dari motor penggerak pertumbuhan ekonomi maluku utara akan tetapi citranya tercoreng dengan dilabeli Himpunan Preman Muda Indonesia Maluku Utara. ,,Semboyang Bertanding untuk bersanding yang memiliki makna semangat kompetisi yang sehat, persatuan pasca kompetisi dalam pemilihan ketua umum atau musyawarah pun diabaikan, Musda Hipmi Malut pada tanggal 1 desember kemarin yang seyogyanya melahirkan kepemimpinan baru yang mentrasformasi pengusaha muda maluku utara yang naik kelas justri menjadi ajang adu jotos yang berakhir klaim kemenangan dari kedua kubu yang berkopetisi.

Di sisi lain dalam dua tahun terakhir, Maluku Utara menjadi fenomena ekonomi nasional. Badan Pusat Statistik mencatat pertumbuhan ekonomi Malut tembus 27,27% persen pada Triwulan IV-2024, tertinggi di Indonesia. PDRB atas harga berlaku 2024 mencapai Rp 95,7 milyar, dengan PDRB per kapita sekitar Rp 70,7 juta—angka yang jauh melampaui rata-rata nasional. Sementara itu, pada tahun 2025 pertumbuhan ekonomi Maluku utara 39,10 % yang menjadikan Maluku Utara menjadi Provinsi dengan pertumbuhan tertinggi di Indonesia. Lonjakan ini ditopang oleh industri nikel, terutama kawasan industri IWIP serta aktivitas hilirisasi yang menyedot investasi besar.

Namun di balik angka-angka fantastis ini, ada pertanyaan mendasar: Di mana posisi pengusaha lokal? Di mana kontribusi pengusaha muda Maluku Utara yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi daerah….?

Pertumbuhan tinggi tidak otomatis berarti pemerataan. Bahkan, jika tidak dikelola, pertumbuhan yang sangat tinggi justru dapat menciptakan ketimpangan ekonomi baru, di mana korporasi raksasa menikmati manfaat terbesar sementara pengusaha lokal menjadi penonton di tanah sendiri. Di sinilah HIPMI Maluku Utara harus muncul sebagai aktor utama, bukan sekadar organisasi seremonial yang selama ini dipertontonkan setiap kepengurusan dari masa ke masa.

Hilirisasi nikel membutuhkan logistik, konstruksi, bahan baku pendukung, jasa engineering, catering, hingga supplier lokal. Namun kenyataannya, sebagian besar kebutuhan rantai nilai ini masih didominasi kontraktor dan perusahaan dari luar daerah. Pengusaha lokal hanya mendapatkan “porsi pinggiran”. Walaupun ada kebijakan Local Content, pelaksanaannya tidak sinkron di lapangan. Perusahaan besar lebih memilih vendor dari luar karena dianggap lebih siap, lebih cepat, dan memiliki portofolio besar. Akibatnya, nilai tambah hilirisasi tidak mengendap di daerah artinya Mayoritas pengusaha muda Malut masih menghadapi tiga hambatan klasik: keterbatasan modal kerja, minim literasi manajemen & finansial, dan tidak memiliki jaringan ke rantai pasok industri besar. Ini membuat mereka kalah sebelum bertanding. Apalagi jejaring besar Hipmi tidak pernah di manfaat oleh teman-teman Hipmi Malut.

Hampir seluruh pertumbuhan Malut bertumpu pada nikel. Jika siklus harga nikel global anjlok—dan ini pernah terjadi—ekonomi Malut bisa runtuh dalam semalam. Diversifikasi sector lain seperti kelapa, pala dan lainnya walaupun bergerak itupun hanya menyentu pengusaha kelas atas.

Jika HIPMI Malut hanya bertemu di agenda tahunan Musda, rapat internal, foto seremonial, dan menghadiri undangan perusahaan, maka organisasi ini kehilangan makna sejarahnya. HIPMI Malut seharusnya menjadi mesin perlawanan ekonomi dan wadah lahirnya kemandirian pengusaha local di maluku utara. Karena itu, HIPMI Malut harus mengambil peran strategis diantaranya,-Mendesak Regulasi Local Content yang Mengikat, HIPMI harus memimpin advokasi ke Pemprov & DPRD untuk Mewajibkan perusahaan tambang dan smelter menggandeng vendor lokal untuk minimal 30–40% belanja barang dan jasa. -Menetapkan Daftar Peluang Usaha Lokal (Local Procurement List) yang wajib ditawarkan terlebih dahulu ke pengusaha daerah.-Membentuk Satuan Tugas Kemitraan Lokal untuk memastikan komitmen perusahaan tidak hanya berhenti di atas kertas. Tanpa regulasi, local content hanya akan menjadi jargon. -Hipmi Malut juga harus Membangun “HIPMI Supply Chain Center” Sebuah pusat data & platform yang memuat: Daftar vendor lokal, sistem informasi tender, dan business matching langsung antara perusahaan besar & pengusaha muda. Ini membuat peluang tidak lagi eksklusif, tetapi terbuka dan transparan. Peran lainnya, Hipmi Malut harus mendirikan HIPMI Academy untuk Menguatkan Kapasitas Pengusaha Muda. Program pelatihan berkelanjutan tentang: manajemen proyek, keuangan usaha, sertifikasi K3 dan konstruksi, penyusunan penawaran, dan digitalisasi UMKM. Karena Tanpa peningkatan kapasitas, local content tetap tidak jalan karena pelakunya tidak siap. Masalah klasik lainnya yang dihadapi Pengusaha muda adalah Akses Modal Bersama, Hipmi Malut melalui “HIPMI Malut Capital Pool” HIPMI dapat: membuat skema patungan modal bagi anggota, menggandeng bank Himbara memanfaatkan program kredit 200 Triliun yang dikucurkan pemerintah untuk kredit kolektif berbunga ringan, serta membentuk guarantee fund untuk membantu pengusaha muda ikut tender. Kelemahannya, Banyak peluang industri gagal diambil bukan karena tidak mampu, tetapi karena tidak punya modal awal. Peran lain Hipmi Malut adalah, Diversifikasi Ekonomi Daerah. HIPMI harus memimpin transformasi ekonomi Malut dengan mendorong usaha baru di sector lain seperti: perikanan modern, pertanian berbasis teknologi, pariwisata premium, energi baru dan industri kreatif. Karena saat nikel melemah, sektor-sektor inilah yang menjaga ekonomi tetap hidup.

Pertumbuhan ekonomi Malut yang spektakuler adalah kesempatan emas, tetapi juga ujian sejarah bagi kepengurusan Hipmi Malut yang baru. Jalan islah, rekonsiliasi kedua kubuh yang saling klaim kemenangan adalah keharusan. Hipmi Malut mesti menegaskan kembalin jati dirinya. Pengusaha Muda tidak dibentuk untuk berpecah, tetapi untuk berjejaring. Tidak diciptakan untuk bermusuhan, tetapi untuk membangun,. Rekonsiliasi bukan tanda kalah, tapi tanda dewasa. Rekonsiliasi bukan melemah, tapi memperkuat. Inilah jalan Hipmi, Bersanding untuk berstanding, bertanding untuk kembali bersanding.

Karena jika HIPMI Malut bergerak agresif, strategis, dan kolaboratif, maka hilirisasi nikel bisa menjadi jalan bagi lahirnya ratusan pengusaha muda tangguh dari daerah yang naik kelas ke level nasional. Namun jika HIPMI Malut diam, maka Maluku Utara hanya akan menjadi panggung di mana korporasi besar menuai keuntungan, sementara masyarakatnya hanya menjadi penonton. Saatnya HIPMI Malut tampil sebagai garda depan keadilan ekonomi, bukan hanya kelompok yang hadir dalam undangan perusahaan, tetapi sebagai mesin perubahan yang memaksa investasi besar memberikan manfaat nyata bagi anak muda dan pelaku usaha lokal.

Abdur 

Posting Komentar

0 Komentar