Banten, R24J
Rektor Universitas Mathla’ul Awar (UNMA) Banten, Prof. Dr. Andriansyah, M.Si, menyampaikan pernyataan sikap terkait kondisi kebangsaan yang tengah bergejolak dalam sepekan terakhir. Menyusul demonstrasi besar-besaran yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia dan menelan korban jiwa, UNMA menegaskan pentingnya persatuan, empati, dan keadilan.
Dalam pernyataan resmi yang dirilis di Pandeglang, Senin (1/9/2025), Prof. Andriansyah menekankan bahwa perguruan tinggi memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga keutuhan bangsa, sekaligus mengingatkan semua pihak agar tidak terjebak dalam konflik yang merugikan rakyat.
“Bangsa ini tidak boleh diadu domba. Indonesia lahir dari kebersamaan, tumbuh dengan persaudaraan, dan hanya bisa bertahan dengan persatuan,” ujarnya dengan tegas.
Rektor UNMA Banten menolak keras segala bentuk adu domba dan politik identitas yang berpotensi memecah belah rakyat. Menurutnya, sejarah telah membuktikan bahwa ketika rakyat terpecah, hanya segelintir elite yang diuntungkan, sementara bangsa secara keseluruhan justru merugi.
Ia juga menegaskan pentingnya peran mahasiswa dalam menjaga marwah kampus. Kritik, kata dia, adalah napas perguruan tinggi sekaligus fungsi moral mahasiswa. Namun, ia mengingatkan agar idealisme mahasiswa tidak disalurkan melalui anarkisme. “Kritik harus berbasis data, akal sehat, dan nurani kebangsaan,” tuturnya.
Selain itu, ia menyerukan agar aparat negara menegakkan hukum dengan tegas sekaligus santun. Menurutnya, “Kekuatan negara bukan terletak pada kerasnya tongkat, melainkan pada tegaknya keadilan.”
*Pernyataan Sikap UNMA Banten*
Dalam pernyataan resmi yang disampaikan, UNMA Banten menegaskan enam poin penting sebagai sikap institusi terhadap kondisi kebangsaan terkini:
1. Menolak adu domba dan politik identitas. Sejarah mencatat, perpecahan rakyat hanya menguntungkan segelintir elite. UNMA menolak propaganda atau provokasi yang berpotensi memecah belah bangsa.
2. Persatuan dan ketenteraman sebagai prioritas. Perbedaan pendapat adalah bagian dari demokrasi, namun harus dikelola dengan bijak. Pemimpin bangsa diimbau menenangkan suasana, bukan memperkeruh keadaan.
3. Mahasiswa tetap kritis, tapi tanpa anarkisme. Kritik adalah napas kampus, tetapi idealisme mahasiswa akan kehilangan marwah bila disalurkan dengan kekerasan. Kritik harus berbasis data dan nurani kebangsaan.
4. Pejabat negara diminta memiliki empati. Menurut Prof. Andriansyah, setiap kebijakan menyentuh langsung kehidupan rakyat kecil. “Pejabat publik yang kehilangan empati sejatinya kehilangan legitimasi moral,” ujarnya.
5. Aparat diminta menegakkan hukum dengan tegas dan santun. Negara, kata dia, bukan kuat karena tongkat yang keras, melainkan karena tegaknya keadilan. Penegakan hukum represif hanya melahirkan ketakutan, sedangkan hukum yang adil akan menumbuhkan kepercayaan publik.
6. Mengembalikan semangat kebangsaan pada gotong royong, persaudaraan, dan keadilan. UNMA berkomitmen mengawal moralitas publik, mendorong dialog yang sehat, dan menjaga api persatuan bangsa.
Prof. Andriansyah menutup pernyataannya dengan doa agar bangsa Indonesia tetap kuat menghadapi berbagai ujian sejarah. “Semoga Allah SWT melindungi Indonesia dan memberi kekuatan kepada kita semua untuk merawat republik ini dengan hati yang jernih dan pikiran yang bening,” ujarnya penuh harap.
Ia menegaskan, doa dan ikhtiar harus berjalan seiring. Perguruan tinggi, menurutnya, tidak boleh hanya menjadi menara gading yang diam melihat bangsa terluka, melainkan harus hadir sebagai cahaya moral yang menuntun masyarakat. “Kekuatan bangsa ini bukan hanya pada kekayaan alamnya, melainkan pada keteguhan hati rakyatnya untuk menjaga persatuan dan keadilan,” kata Prof. Andriansyah.
Rektor UNMA Banten juga mengingatkan bahwa sejarah Indonesia selalu mencatat, bangsa ini mampu bangkit dari setiap krisis ketika rakyat bersatu. Oleh karena itu, ia mengajak seluruh elemen bangsa—pemerintah, aparat, mahasiswa, akademisi, tokoh masyarakat, hingga rakyat kecil—untuk bersama-sama menjaga keseimbangan demokrasi dan merawat cita-cita kemerdekaan.
“Indonesia adalah rumah bersama. Jangan biarkan rumah ini retak karena kepentingan sesaat. Mari kita jaga dengan keikhlasan, kerja sama, dan semangat gotong royong yang diwariskan para pendiri bangsa,” tegasnya.
Dengan pernyataan sikap tersebut, UNMA Banten meneguhkan diri bukan hanya sebagai institusi pendidikan, tetapi juga sebagai penjaga moral kebangsaan yang senantiasa mengingatkan pentingnya persatuan, keadilan, dan empati di tengah gejolak zaman.***
Agus
0 Komentar